Sejarah Babilonia dan Mesir (Kalkulus Semester 2)
SEJARAH
DAN FILSAFAT MATEMATIKA
PERKEMBANGN
MATEMATIKA BABILONIA DAN MESIR
1. Sejarah Babilonia
Babilonia
adalah wilayah budaya kuno di pusat-selatan Mesopotamia (Sekarang Irak), dengan
Babel sebagai ibukotanya. Pendiri sekaligus raja pertama dari Babilonia adalah
seorang kepala suku Amorite bernama Sumuabum yang mendeklarasikan kemerdekaan
Babilonia dari Negara tetangganya Kazallu pada tahun 1894 sebelum masehi.
Babilonia muncul sebagai bangsa yang kuat saat Raja Hammurabi dari suku Amorite
menciptakan sebuah kerajaan kecil diluar teritori wilayah Kekaisaran Akkadia.
Bangsa Babilonia mengadopsi bahasa Semitik Akkadia sebagai bahasa resmi dan
bahasa Sumaria sebagai bahasa yang dipakai untuk keperluan keaagamaan yang saat
itu tidak lagi digunakan sebagai bahasa lisan.
Tradisi
Akkadia dan Sumeria memainkan peran utama dalam perkembangan kebudayaan
Babilonia dan bahkan hal ini menjadikan beberapa daerah di negara tersebut
menjadi pusat kebudayaan hingga ke luar daerah Babilonia sendiri pada zaman
perunggu dan awal zaman besi. Babilonia sebagai Negara merdeka, sebenarnya
bukan didirikan hingga menjadi terkenal oleh orang asli dari suku Amorite,
sebagian besar sejarahnya Babilonia berada dibawah pemerintahan orang-orang
Mesopotamia, Assyiria dan bahkan bangsa asing seperti Kassite, Elam, Het, Aram,
Kasdim, Persia, Yunani dan Partia.
Babilonia
pertama kali disebutkan dalam sebuah tulisan kuno dari masa pemerintahan Sargon
dari Akkad yang tertanggal tahun 23 sebelum masehi. Diperkirakan sekitar
seratus tahun setelah jatuhnya Kekaisaran “Ur-III” dari Sumaria di tangan bangsa
Elam, suku Amorite mendapatkan kendali kekuasaan untuk hampir seluruh wilayah
Mesopotamia dan merebut tahta Assyiria, Mari, Eshnunna Ur, Isin, Larsa dan
kerajaan kecil lain di Mesopotamia.
Selama abad
ke-3 sebelum masehi, ada banyak simbiosis pengembangan budaya antara bangsa
Sumeria dan bangsa Akkadiadi seluruh Mesopotamia termasuk penggunaan dua bahasa
atau bilingualism yang menyebar luas di seluruh daerah. Pengaruh Sumaria
terhadap Akkadia dan sebaliknya meliputi berbagai pengkonversian dalam hal leksikal,
sintaksis, morfologi dan fonologis bahasa, hal inilah yang mendasari para ahli
disana untuk merujuk pada Sumaria dan Akkadia yang mereka sebut sebagai
Sprachbund.
Bahasa
Akkadia secara bertahap menggantikan bahasa Sumaria sebagai bahasa resmi di Mesopotamia,
tetapi bahasa Sumari masih digunakan untuk hal-hal tertentu seperti upacara
keagamaan, sastra dan bahasa ilmiah sampai abad ke-1 masehi.Kebudayaan
Mesopotamia selama zaman perunggu hingga awal zaman besi sering disebut sebagai
budaya “Assyro-Babilonia” karena kedekatan yang saling bergantung di pusat
daerah politik dua bangsa tersebut. Seiring berjalannya waktu, nama Babilonia
kini digantikan menjadi Sumaria.
Matematika
Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh bangsa Mesopotamia
(kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban helenistik.
Dinamai “Matematika Babilonia” karena peran utama kawasan Babilonia sebagai
tempat untuk belajar. Pada zaman peradaban helenistik, Matematika Babilonia
berpadu dengan Matematika Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika
Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan Islam, Mesopotamia, terkhusus
Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting pengkajian Matematika Islam.
Bertentangan dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir, pengetahuan
Matematika Babilonia diturunkan lebih dari pada 400 lempengan tanah liat yang
digali sejak 1850-an.
Lempengan
ditulis dalam tulisan paku ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di dalam
tungku atau dijemur di bawah terik matahari. Beberapa di antaranya adalah karya
rumahan.Bukti terdini matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang
membangun peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem rumit
metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka, bangsa Sumeria
menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah liat dan berurusan dengan
latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian. Jejak terdini sistem bilangan
Babilonia juga merujuk pada periode ini. Sebagian besar lempengan tanah liat
yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi
topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan
bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan
itu juga meliputi tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan
persamaan kuadrat. Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi √2 yang
akurat sampai lima tempat desimal.Matematika Babilonia ditulis menggunakan
sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Melalui keunggulan orang Babylonia
pada bidang astronomi, sistem perhitungan berbasis 60 mereka masih ada sampai
sekarang, yakni dengan diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk
semenit, 60 menit untuk 1 jam.
Bilangan 60
digunakan untuk menyatakan waktu, sejam 60 menit, semenit 60 detik. Bilangan 60
ini digunakan pertama kali oleh bangsa Sumeria, jadi mereka berhitung dengan
basis 60 atau disebut juga Sexagesimal. Alasan kenapa digunakan bilangan 60
adalah bilangan ini bilangan terkecil yang bisa dibagi oleh enam angka pertama
yaitu: 1,2,3,4,5,6.Jadi dengan mudah kita bisa terbayang: 1/2 jam = 30 mnt, 1/3
jam = 20 menit, 1/4 jam = 15 menit, dst. Alasan lain juga karena sistem
bilangan yang paling banyak digunakan manusia saat ini adalah sistem desimal,
yaitu sebuah sistem bilangan berbasis 10.
2. Penemu dan
Penemuan Bangsa Babilonia
Teks matematika
Babilonia sangat banyak jumlahnya dan teredit dengan sangat baik. Sistem
matematik Babilonia adalah seksagesimal atau bilangan berbasis 60. Kemajuan
besar dalam matematika ini terjadi karena dua alasan. Pertama, angka 60
memiliki banyak pembagi yaitu 2, 3, 4, 5,
6, 10, 12, 15, 20, dan 30, yang membuat perhitungan
jadi lebih mudah. Selain itu, bangsa Babilonia memiliki sistem bilangan real
dimana digit yang ditulis sebelah kiri memiliki nilai yang lebih besar seperti
bilangan berbasis 10.
Pencapaian dalam
ilmu matematika lainnya yaitu ditemukannya penentuan nilai akar kuadrat, bahkan
para ilmuan Babilonia telah mendemonstrasikan teori Pythagoras, jauh sebelum
Pythagoras sendiri muncul dengan teorinya dan hal ini dibuktikan oleh Dennis
Ramsey yang menerjemahkan sebuah catatan kuno yang berasal dari tahun 1900
sebelum masehi. Penjelasannya seperti berikut :
“4 adalah
panjangnya dan 5 adalah panjang diagonalnya, lalu berapa lebarnya?. Mereka
mengumpamakan jika kedua angka tadi dikalikan dengan angka itu sendiri, maka
akan ditemukan nilai tengahnya. Jika 4 x 4 = 16 dan 5 x 5 = 25, maka selisih
antara 16 dan 25 adalah 9. Dari angka berapakah kita bisa mendapatkan angka 9?
Angka tersebut harus bisa menghasilkan 9 jika angka tersebut dikalikan dengan
angka itu sendiri, dan 9 didapatkan dari 3 x 3. Sehingga disimpulkan bahwa 3
adalah lebarnya karena semua angka dikalikan dengan angka itu sendiri.”
Empat papan
bertulis yang ditemukan antara lain papan Yale YBC 7289, Plimpton 322, papan
Susa, dan papan Tell Dhibayi.
Ner 600 dan Sar
3600 terbentuk dari angka 60 yang sesuai dengan derajat khatulistiwa. Catatan
kuno tentang kuadrat dan kubus yang dihitung menggunakan angka 1 hingga 60,
ditemukan di Senkera dimana orang-orang telah mengenal jam matahari, clepsydra,
juga tuas dan katrol, padahal saat itu mereka belum memiliki pengetahuan
tentang mekanika. Bangsa Babilonia juga sudah lama mengenal lensa kristal dan
penyalaan bubut sebelum ditemukan oleh Austen Henry Layard dari Nimrud.
Bangsa Babilonia
juga sudah sangat familiar dengan aturan umum untuk mengukur suatu area. Mereka
mengukur keliling lingkaran sebanyak 3 kali diameter dan luasnya sebagai satu
per duabelas kuadrat dari lingkaran, dan jika hitungannya benar, maka nilai π akan bernilai 3.
Volume
silinder diambil sebagai produk dari alas dan tinggi, namun, volume frustum
sebuah kerucut atau piramida persegi dihitung dengan tidak
benar sebagai produk dari ketinggian dan setengah jumlah dari
basis. Juga, ada penemuan terbaru dalam sebuah catatan
kuno mencantumkan bahwa nilai π adalah
3 dan 1 / 8. Di Babilonia
juga dikenal mil Babilonia, yang
merupakan ukuran sebesar jarak sekitar tujuh
mil hari ini. Pengukuran jarak ini dikonversi menjadi satu
mil-waktu yang digunakan untuk mengukur perjalanan Matahari, yang
merepresentasikan panjangnya waktu.
3.
Sistem Bilangan Sejarah Matematika
Babilonia
Tulisan dan
angka bangsa Babilonia sering juga disebut sabagai tulisan paku karena
bentuknya seperti paku.Orang Babilonia menulisakan huruf paku menggunakan
tongkat yang berbentuk segitiga yang memanjang (prisma segitiga) dengan cara
menekannya pada lempeng tanah liat yang masih basah sehingga menghasilkan
cekungan segitiga yang meruncing menyerupai gambar paku.
Babilonia menggunakan satu untuk
mewakili satu, dua untuk mewakili dua, tiga untuk tiga, dan seterusnya, sampai
sembilan. Namun, mereka cenderung untuk mengatur simbol-simbol ke dalam
tumpukan rapi. Setelah mereka sampai kesepuluh, ada terlalu banyak simbol,
sehingga mereka berpaling untuk membuat simbol yang berbeda. Sebelas itu
sepuluh dan satu, dua belas itu sepuluh dan dua, dua puluh itu sepuluh dan
sepuluh. Untuk simbol enam puluh tampaknya persis sama dengan yang satu. Enam
puluh satu adalah enam puluh dan satu, yang karenanya terlihat seperti satu dan
satu, dan seterusnya.
4. Sejarah
Matematika Mesir
Matematika Mesir merujuk pada matematika yang ditulis
di dalam bahasa Mesir. Sejak peradaban helenistik matematika Mesir melebur
dengan matematika Yunani dan Babilonia yang membangkitkan Matematika
helenistik. Pengkajian matematika di Mesir berlanjut di bawah Khilafah Islam
sebagai bagian dari matematika Islam, ketika bahasa Arab menjadi bahasa
tertulis bagi kaum terpelajar Mesir.
Tulisan matematika Mesir yang paling panjang adalah
Lembaran Rhind (kadang-kadang disebut juga “Lembaran Ahmes” berdasarkan
penulisnya), diperkirakan berasal dari tahun 1650 SM tetapi mungkin lembaran
itu adalah salinan dari dokumen yang lebih tua dari Kerajaan Tengah yaitu dari
tahun 2000-1800 SM. Lembaran itu adalah manual instruksi bagi pelajar
aritmetika dan geometri. Selain memberikan rumus-rumus luas dan cara-cara
perkalian, pembagian, dan pengerjaan pecahan, lembaran itu juga menjadi bukti
bagi pengetahuan matematika lainnya, termasuk bilangan komposit dan prima;
rata-rata aritmetika, geometri, harmonik dan pemahaman sederhana Saringan
Eratosthenes dan teori bilangan sempurna (yaitu, bilangan 6). Lembaran itu juga
berisi cara menyelesaikan persamaan linear orde satu juga barisan aritmetika
dan geometri.Naskah matematika Mesir penting lainnya adalah lembaran Moskwa,
juga dari zaman Kerajaan Pertengahan, bertarikh kira-kira 1890 SM. Naskah ini
berisikan soal kata atau soal cerita, yang barangkali ditujukan sebagai
hiburan.
5. Simbol-Simbol
Dan Cara Membacanya
Sistem
penulisan orang–orang mesir menggunakan simbol Hieroglif dan Hieratic
:Hieroglif adalah gambar kecil yang mewakili kata-kata. Misalnya, untuk
menggambarkan dengan kalimat “Aku mendengar anjing menggonggong” mungkin
diwakili oleh : ”Mata”, “telinga”, “kulit pohon” + “kepala mahkota”, “anjing”.
Simbol yang sama mungkin berarti sesuatu yang berbeda dalam konteks yang
berbeda, Jadi “mata” mungkin berarti “melihat” sementara “telinga” mungkin
berarti “suara”. Orang Mesir memiliki system bilangan basis 10 hieroglif.
Dengan ini berarti bahwa mereka memiliki symbol terpisah untuk satuan, puluhan,
ratusan, ribuan, puluhribuan, ratusribuan, dan jutaan. Berikut ini adalah angka
hieroglif.
Cara penulisan angka Hieroglif
Selama Kerajaan Baru masalah
matematis disebutkan pada Papyrus Anastasi 1, dan Wilbour Papyrus dari waktu
Ramesses III mencatat pengukuran lahan. Angka hieroglif agak berbeda dalam
periode yang berbeda, namun secara umum mempunyai style serupa. Sistem bilangan
lain yang digunakan orang Mesir setelah penemuan tulisan di papirus, terdiri
dari angka hieratic.Angka ini memungkinkan bilangan ditulis dalam bentuk yang
jauh lebih rapi dari sebelumnya saat menggunakan sistem yang membutuhkan lebih
banyak simbol yang harus dihafal. Berikut adalah versi dari angka hieratic.
Seperti
hieroglif, simbol hieratic berubah dari waktu ke waktu tetapi mereka mengalami
perubahan lagi dengan enam periode yang berbeda. Awalnya simbol-simbol yang
digunakan cukup dekat hubungannya dengan tulisan hieroglif namun bentuknya
menyimpang dari waktu ke waktu. Versi yang diperlihatkan dari angka hieratic
dari sekitar 1800 SM. Kedua system berjalan secara parallel selama sekitar 2000
tahun dengan simbol hieratic yang digunakan dalam menulis di papirus, seperti
misalnya dalam papyrus Rhind dan papyrus Moskow, sementara hieroglif terus
digunakan ketika dipahat pada batu.
bagus banget buat belajar
ReplyDeleteElever Media Indonesia